Ruang Seni Rekomendasi Dari Lima Tokoh Seni

Ruang Seni Rekomendasi Dari Lima Tokoh Seni – Berikut ini adalah rangkuman mengenai tokoh-tokoh seni kelahiran Indonesia. Lima tokoh seni ini juga turut memberikan rekomendasi terhadap tempat-tempat seni di Indonesia yang menjadi andalannya.

  • Ade Darmawan

Ade Darmawan punya portofolio yang tebal dalam hal kegiatan di organisasi seni. Perupa kelahiran 1974 ini terlibat sebagai anggota Koalisi Seni Indonesia, menjabat Direktur Eksekutif Jakarta Biennale, serta turut mendirikan dan memimpin ruang rupa, organisasi seni yang giat menggelar pameran, festival, bazar, lokakarya, hingga penerbitan buku dan jurnal. Ruang seni yang diasuhnya, Gudang Sarinah Ekosistem, telah menjadi episentrum baru bagi pencinta seni di Jakarta. slot indonesia

  • FX Harsono
Ruang Seni Rekomendasi Dari Lima Tokoh Seni

Seniman asal Blitar ini berperan instrumental dalam melahirkan Gerakan Seni Rupa Baru, inisiatif yang memengaruhi skena seni nasional hingga hari ini. Karya-karyanya dikoleksi banyak museum dan galeri terkemuka, di antaranya National Gallery of Victoria dan Fukuoka Asian Art Museum. Atas kontribusinya bagi dunia seni, FX Harsono diganjar penghargaan Prince Claus Award dan Joseph Balestier Award. https://www.mrchensjackson.com/

  • Bambang Bujono

Sejak 1968, Bambang Bujono telah menulis setidaknya 419 ulasan, esai, serta artikel seni rupa. Sekitar seperempat karyanya itu telah dibukukan dalam Melampaui Citra dan Ingatan: Bunga Rampai Tulisan Seni Rupa 1968-2017. Bambang Bujono, mantan wartawan Horison dan Tempo, juga pernah terlibat dalam penyuntingan sejumlah buku, salah satunya Jejak Lukisan Palsu di Indonesia. Beliau kini mengajar di Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta.

  • Mikke Susanto

Dosen Institut Seni Indonesia ini sudah menulis belasan buku, di antaranya Maestro Seni Rupa Modern Indonesia; Bung Karno: Kolektor & Patron Seni Rupa Indonesia; serta Diksi Rupa: Kumpulan Istilah & Gerakan Seni Rupa. Mikke juga pernah terlibat sebagai konsultan dan kurator di lebih dari 110 pameran. Dari 2016-2017, dia menjabat kurator Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan RI di Galeri Nasional Indonesia.

  • Bambang ‘Toko’ Witjaksono

Publik mengenalnya sebagai kurator ArtJog. Di luar aktivitas itu, Bambang Toko sebenarnya perupa yang cukup aktif. Karya-karyanya pernah ditampilkan antara lain di Piccadilly Place, Art Taipei, serta Galerie LOFT Paris. Pada 1997, dia turut mendirikan Apotik Komik, kolektif yang memopulerkan mural di Indonesia. Bambang Toko meraih gelar sarjana dari Institut Seni Indonesia dan gelar master dari Institut Teknologi Bandung.

Museum Toeti Heraty

Ruang Seni Rekomendasi Dari Lima Tokoh Seni

Rekomendasi oleh Bambang Bujono.

Museum ini mengoleksi banyak karya seniman besar Indonesia. Tapi bukan itu yang membuatnya spesial sebenarnya. Berbeda dari museum umumnya, karya-karya di sini tidak diperoleh dari perburuan di bursa atau balai lelang. Alih-alih, berkat kedekatan dengan banyak seniman, Toeti Heraty, sang pemilik museum, bisa memesan karya secara langsung dari pembuatnya, kadang mendapatkannya secara cuma-cuma.

Lukisan pertamanya dihadiahkan oleh Mochtar Apin. Keduanya bersua pertama kali di sebuah kapal yang berlayar dari Belanda ke Indonesia. Contoh lain, lukisan hitam-putih dari Kartika Affandi, didapatkan Toeti sebagai “barter” ongkos pulang sang perupa ke Yogyakarta, setelah pamerannya di Jakarta gagal menjual satu karya pun. Karya lain lagi, Mother and Two Children, dilukis Sudjojono pada 1971. Waktu itu, sebelum melanjutkan studi ke Belanda, Toeti ingin memiliki lukisan dirinya bersama kedua anaknya untuk dibawa sebagai penawar kangen.

Kisah-kisah personal semacam itu bertaburan di Museum Toeti Heraty. Di sini, menelusuri karya tak ubahnya menyelami jaringan persahabatan sang pemilik di dunia seni. Berbeda pula dari museum umumnya, Museum Toeti Heraty menempati sebuah rumah yang hingga kini masih berfungsi sebagai rumah. Banyak karya berkelindan dengan barang-barang pribadi dan bertaburan di area privat seperti kamar tidur dan ruang tamu. Dan sebagaimana sebuah rumah, museum ini pun mengalami problem khas rumah, mulai dari atap bocor, serangan rayap, hingga pencurian. Kata staf museum, sebuah lukisan buatan Kartika dan patung dari Dolorosa Sinaga raib digondol maling.

Selain karya yang sarat kisah, harta lain museum ini adalah perpustakaannya yang dijejali ribuan literatur bertema rancang bangun dan perempuan. Mendiang ayahanda Toeti, Roosseno Soerjohadikoesoemo, adalah seorang pakar beton yang pernah terlibat dalam proyek kolosal seperti Monumen Nasional dan Jembatan Semanggi. Sementara Toeti, selain memimpin beragam organisasi seni, adalah seorang feminis yang turut mendirikan Suara Ibu Peduli dan menerbitkan Jurnal Perempuan. Buku-buku di perpustakaan hanya bisa dibaca di tempat. Jika ingin menetap lebih lama, museum ini memiliki lima kamar yang dibanderol Rp350.000 per malam. Jl. HOS. Cokroaminoto 9-11, Menteng, Jakarta

Orbital Dago

Rekomendasi oleh Ade Darmawan.

Kehadirannya seakan menegaskan kesimpulan banyak tokoh seni dalam beberapa tahun terakhir: Bandung sedang mengembalikan pamornya sebagai kutub seni Indonesia. Orbital, galeri seni kontemporer yang diresmikan pada Mei 2017, berlokasi di kawasan dataran tinggi Dago. “Bentuknya mirip Kedai Kebun di Yogyakarta,” jelas Ade Darmawan, “tapi pemandangannya lebih bagus.”

Untuk saat ini, Orbital membawahi 17 perupa, di mana sebagian memiliki hubungan genealogis atau akademis dengan Bandung. Yuli Prayitno, Yudi Noor, dan Erika Ernawan misalnya, lahir di Bandung, sementara Aliansyah Caniago dan Dita Gambiro menempuh pendidikan seninya di Institut Teknologi Bandung. Selain area pamer, Orbital memiliki toko, kafe, dan ruang khusus lokakarya.

Hingga Februari 2018, Orbital telah menggelar empat pameran. Dapur seninya diasuh oleh Rifky Effendy, kurator independen yang rajin terlibat di banyak acara seni. Rifky mencetuskan Bandung Biennale perdana, menjabat curator Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2013, serta mengisi posisi Creative Director Art Jakarta 2017. Jl. Rancakendal Luhur 7, Bandung

Edwin’s Gallery

Rekomendasi oleh Mikke Susanto

Membaca kisah Edwin’s Gallery seperti mengurai tren pasar seni di Indonesia. Pada tahun-tahun pertamanya, galeri privat yang didirikan pada 1984 ini meletakkan fokusnya pada karya-karya blockbuster dari maestro sekaliber Affandi, Sudjojono, dan Mochtar Apin. Pada 1990-an, Edwin’s Gallery mulai berpaling pada seniman muda semacam Nyoman Masriadi dan Entang Wiharso. Belakangan, Edwin Rahardjo, sang pemilik galeri, aktif mengeksplorasi seni kinetik.

Edwin’s Gallery menempati sebuah rumah di kawasan elite Kemang. Galeri ini terbuka untuk umum. Tiba di serambi galeri, kita mula-mulanya akan disambut sebuah patung buatan Nyoman Nuarta. Mendekati pintu galeri, kita dipaksa merunduk oleh atap genting yang menjulur rendah—sebuah desain yang terinspirasi adab kulonuwun khas Jawa. Masuk ke ruang pamer, jika belum dibeli orang, ada lukisan dari Sunaryo dan Heri Dono, disusul 20-an karya yang ditata apik. Berpindah ke plaza belakang, ada pahatan tali sepatu buatan Yani Mariani dan patung tukang cat dari Dolorosa Sinaga. Bagian plaza ini juga memperlihatkan sisi lain Edwin Rahardjo sebagai seorang arsitek. Jendela, pintu, dan ornament dindingnya seolah datang dari aliran desain yang berbeda-beda.

Edwin’s Gallery, yang kini menaungi lima seniman asing, juga rutin menanggap pameran. Hingga Desember 2017, total sudah 205 pameran yang digelarnya, sebagian melibatkan kurator independen dan kritikus seni semacam Jim Supangkat, Enin Supriyanto, dan Aminudin T.H. Siregar. Kesediaan melibatkan mereka, juga kepedulian pada wacana dan diskursus, adalah sebagian alasan Edwin’s Gallery dihormati di dunia seni nasional. “Edwin’s Gallery menyajikan pameran yang berkualitas dan memberi pengalaman menelusuri kreativitas para perupa muda hingga maestro,” jelas Mikke Susanto. Jl. Kemang Raya 21, Kemang, Jakarta Selatan